News Update :
Powered by Blogger.
Hot News »
Bagikan kepada teman!

Untuk Sang Ayah

Penulis : Jaruki A. Maulana on Sunday 27 March 2016 | 22:07

Sunday 27 March 2016

"Sini nak, sun tangan dulu sama abi," sambil membetulkan kaus kaki yang sedang dikenakannya ia memanggil ke dua putrinya yang tengah asyik di depan TV. Ada serial Dora, acara favorit mereka. Mendengar panggilan sang Ayah, dua balita itu berebut ke arahnya. Senyuman lelaki itu terkembang, tanpa menunggu waktu, setelah sun tangan, anak-anak kecil itu diberikan kecupan, tak cukup, satu persatu ia mengangkat tubuh si kecil dan didekapnya agak lama.


Abi pergi dulu, nanti main sama teteh yah...", ia pun pamit diiringi langkah-langkah kecil ke dua puterinya. Di pintu gerbang, sang Ayah melambaikan tangan dan melemparkan sun jauh, masih ada senyum hangat di sana.


Pagi baru saja beranjak. Sebetulnya ia masih ingin bercengkrama dengan mereka. Anak pertamanya sekarang sudah mulai lancar berbicara. Ia tidak berkerut lagi untuk mencerna perkataan putrinya. Dan adiknya sudah pandai berjalan, meski kadang beberapa kali harus tersungkur karena masih kurang keseimbangan. Dua-duanya perempuan. Lucu-lucu.

Jika sudah bermain dengan mereka, ia seperti mendapatkan banyak kenikmatan. Binar itu sungguh jelas menelaga di matanya. Maka, meninggalkan mereka menjadi hal yang memberatkannya. Hari ini, seperti kemarin dan kemarinnya lagi, besok dan selanjutnya, pergi untuk waktu yang lama, berada di luar rumah meraup nafkah halal adalah kewajiban yang tidak mungkin dilalaikannya. Ia sering kehilangan waktu berharga dengan mereka. Tetapi, bukankah yang dilakukannya juga adalah sebentuk cinta penuh makna untuk dua permata hatinya?

Para Ayah, mungkin adalah orang-orang yang mempunyai konsekuensi jauh dari anak-anak. Ya, karena umumnya seorang ayah harus berada di luar rumah dalam waktu yang lama untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam hal mencari nafkah keluarga. Untuk para ayah yang bekerja di kota besar, pergi pagi --bahkan jauh sebelum matahari terbit-- pulang larut adalah hal yang teramat biasa. Sudah lumrah malah, ketika akan ke kantor anak-anak masih bergumul di peraduan, dan pada saat pulang pun ia mendapati anak-anaknya sudah jatuh di ujung lelap. Bahkan, salah seorang rekan kerja, seringkali berhari-hari tidak pulang untuk urusan pekerjaan yang harus diselesaikannya di kantor. Pertemuan dengan anak-anak mungkin hanya saat si ayah libur bekerja.


Berbeda dengan ibu --jika tidak bekerja-- yang setiap hari bisa mengurus secara langsung buah hatinya. Mulai dari bangun tidur, memandikan, urusan makanan, hingga persoalan sekolah dan tetek bengek keperluan sang anak. Ibulah yang secara fisik berhubungan dengan mereka. Maka, tak heran anak cenderung lebih dekat dengan ibu, dan biasanya ibulah yang menjadi tempat curhat anak-anaknya ketika mereka dihadapkan dengan berbagai masalah.


Padahal, kedekatan ayah dan anak sungguh sangat diperlukan. Tanggung jawab ayah tidak hanya sebatas bekerja mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pemenuhan kebutuhan itu hanya sebatas pada fisik saja, tidak secara emosi. Anak-anak bukanlah robot, ia adalah manusia yang mempunyai hati dan jiwa. Anak-anak adalah amanah dari Allah SWT. Ia butuh kasih sayang, perhatian dan bimbingan. Jiwanya perlu pengarah. Hatinya tak akan kaya hanya diberi berlimpah materi. Ia butuh sentuhan dan kehangatan. Dan semua kebutuhan ini tidak boleh hanya dipenuhi dari ibunya saja. Peran ayah tidak kalah penting. Menurut para pakar psikologi keluarga, sosok ayah berpengaruh terhadap konsep diri sang anak kelak. Anak butuh keduanya. Sentuhan ibu dan arahan Ayah.


Tapi bagaimana dengan masalah waktu yang dimiliki sang Ayah? Jarangnya ayah di rumah tentunya mengurangi interaksi dengan mereka. Ini bukan alasan, hal tersebut bisa disiasati. Karena sesungguhnya, yang paling penting adalah kualitas pertemuan bukan hanya kuantitasnya. Ketika ada kesempatan berdekatan dengan sang anak, sebaiknya para ayah memanfaatkan waktu sebaik mungkin, menanyakan keadaan mereka, bermain-main, hingga membantu anak-anak mengerjakan PR atau hal sepele lainnya. Dalam kesempatan bertemu dengan mereka, ajarkan nilai-nilai dan akhlak yang baik.


Sesungguhnya kedekatan itu bisa dibangun dengan berbagai cara, tidak hanya secara fisik berdekatan dengan mereka. Toh, ketika mempunyai banyak waktu di rumah tetapi perhatian ayah hanya kepada urusan kerja, tentu tidak akan ada artinya. Jika ayah tidak bisa memantau perkembangan anak-anak secara langsung, ia bisa bertanya kepada istrinya, ayah bisa meluangkan waktu walau hanya sebentar untuk berkomunikasi entah melalui telpon, pesan sms atau fasilitas lainnya. Intinya ayah selalu tahu perkembangan anak-anak yang diamanahkan Allah kepadanya.

Dan ada yang jauh lebih bermakna. Dalam setiap sujud di waktu shalat, dalam keheningan sepertiga malam terakhir, dalam setiap waktu luang dan lengang, sempatkan menengadah pinta kepada Yang Maha Kuasa, mengurai berbagai harap kepada Allah, tentang kebaikan sang anak. Membawa anak-anak dalam setiap doa, bisa jadi sebuah sarana pembangun kedekatan antara anak dan ayah yang paling indah.

Wallahu a'lam
***
Referensi:
eramuslim.com


comments | | Read More...

Banyaklah Berdzikir!

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.. Ia berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda,

"Sesungguhnya Allah S.W.T memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling di jalan-jalan guna mencari hamba ahli berzikir.

Jika mereka mendapati kaum yang selalu berzikir kepada Allah S.W.T, mereka menyerunya, `Serukanlah kebutuhan kalian.' Kemudian mereka membawanya dengan sayap-sayapnya ke atas langit bumi.

Lalu mereka ditanya oleh Rabb-nya (Dia Maha Mengetahui), `Apa yang dikatakan oleh hamba-hamba-Ku?' Para malaikat menjawab, `Mereka menyucikan dan mengagungkan Engkau, memuji dan memuliakan Engkau.' Allah berfirman, `Apakah mereka melihat-Ku?'
      
Para malaikat menjawab, `Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat-Mu.' Allah berfirman, `Bagaimana kalau mereka melihat Aku?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihat-Mu, tentunya ibadah mereka akan bertambah, tambah menyucikan dan memuliakan Engkau.' Allah S.W.T berfirman, `Apa yang mereka minta?' Para malaikat berkata, `Mereka memohon surga kepada-Mu.'

Allah berfirman, `Apakah mereka pernah melihatnya?' Para malaikat berkata, `Tidak, demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya.' Allah S.W.T berfirman, `Bagaimana kalau mereka melihatnya?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihatnya, niscaya mereka akan semakin berhasrat serta tamak dalam memohon dan memintanya.'

Allah S.W.T berfirman, `Pada apa mereka memohon perlindungan?' Para malaikat berkata, `Mereka memohon perlindungan dari neraka-Mu.' Allah S.W.T berfirman, `Apakah mereka pernah melihatnya?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihatnya, niscaya mereka akan semakin berlari menjauhinya dan semakin takut.'

Allah S.W.T berfirman, `Kalian Aku jadikan saksi bahwa Aku telah mengampuni mereka.' Salah seorang dari malaikat itu berkata, `Di dalam kelompok mereka terdapat si Fulan yang bukan bagian dari mereka. Ia datang ke sana hanya untuk suatu keperluan.' Allah S.W.T berfirman, `Anggota majelis itu tidak menyengsarakan orang yang duduk bergabung dalam majelis mereka.'"
comments | | Read More...

Bi'tsah (PENGANGKATAN) NABI MUHAMMAD SAW.

TUJUAN UMUM MATERI
  1. Mengokohkan hubungan peserta dengan perjalanan hidup Rasulullah saw. menteladani secara baik beliau saw., serta mengambil berbagai pelajaran dan ibrah.
  2. Mengajak peserta untuk merenungi berbagai tata cara pengaturan dan manajemen yang ditetap Rasulullah saw. untuk menegakkan negara Islam di Madinah.

Penjelasan

1.    MULAI TURUN WAHYU, MASA JEDA DAN KEMBALI TURUN 

TAMHID (PENGANTAR)

Semula nabi Muhammad saw. tinggal di Mekah dengan tenang dan tenteram, ditemani istrinya yang sangat cerdas dan penuh cinta, Khadijah binti Khuwailid ra. Beliau dikenal di tengah-tengah kaumnya sebagai orang yang shidq (benar) dan amanah (terpercaya) dalam semua urusan, disertai dengan pengalaman dan kemahirannya dalam bidang perniagaan.

Amanah dan shidiqnya  Nabi Muhammad saw sangat terkenal, sehingga di Makkah sehingga mereka memberikan gelar Ash-Shadiq (orang yang benar) dan Al-Amin (yang terpercaya) berpadu dengan keistimewaan lainnya mulai dari kecerdasan, pikiran yang lurus, pengelolaan masalah dengan indah. Dan kita sudah membahas keindahannya dalam mendamaikan kaumnya dengan sangat istimewa dalam  masalah hajar aswad ketika merenovasi ka’bah.

A.  KECENDERUNGAN  MERENUNG DAN BERFIKIR


Nabi Muhammad saw adalah simbol manusia sempurna, lewat keindahan akhlaqnya, lurus prilakunya, kebersihan fitrahnya, keluasan pengalaman  hidupnya, mulai berdagang ketika masih kecil, berangkat ke Syam  untuk berdagang dalam perjalanan musim dingin, yang dengan safar dan dagang itu  memberinya pengalaman tentang manusia, berperan serta bersama mereka dalam kehidupan nyata, memperluas wawasan.

Semua pekerjaan, perniagaan, dan keluarganya tidak merubahnya dari perenungan dan berfikir tentang kekuasaan langit dan bumi. Tidak merubahnya dari tabiatnya yang lama terdiam, suka berkhalwat (menyendiri) dari kaumnya, sehingga ia lepas dari kesibukannya. Apa yang dilakukan kaumnya yang menyembah berhala yang mereka buat sendiri, tidak nyaman di matanya, dan tidak dapat diterima akalnya.

Hal ini terjadi bukan karena kekerdilan jiwa atau menghindari kehidupan sosial. Beliau terlibat aktif dalam hilful fudhul sebelum Islam. Demikian juga statusnya sebagai pedagang tidak mungkin menyendiri dari komunitas kaumnya. Akan tetapi khalwah itu disebabkan oleh ketinggian jiwa, kemuliaan diri dari kehinaan kaumnya yang terbiasa dengan tradisi nenek moyangnya, seperti menyembah berhala, minum khamr, berjudi, berlebihan dalam kelalaian dan kenikmatan, makan harta orang lain dengan bathil.

Nabi Muhammad saw. tidak termasuk dalam  kelompok orang-orang yang disibukkah oleh urusan hidupnya sehingga kehilangan perhatian dan pemikirannya, akan tetapi orang yang senang berfikir tentang alam semesta, langit dan bumi, dan yang ada di antara keduanya. Mencari rahasia alam semesta ini, Penciptanya, tujuan keberadaan alam semesta dan manusia.

Dari itulah beliau hidup sejak mudanya dengan perjalanan hidup yang bersih, catatan kenangan yang indah. Tak seorangpun yang dapat mencela akhlaknya atau popularitasnya. Nabi Muhammad saw tidak pernah terlibat dalam penyembahan berhala bersama dengan kaumnya, tidak pernah sekalipun bersujud pada berhala.

B.   KHALWAT DI GUA HIRA

Ketika Nabi Muhammad telah berusia empat puluh tahun, Beliau mulai mengalami kejadian yang merubah total hidupnya, sebagaimana perubahan sejarah menusia keseluruhannya.

Dalam keadaan terjaga Beliau lihat dengan jelas kejadian yang dilihatnya dalam mimpinya. Ummul Mukminin Aisyah ra. berkata:

أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ  مِنَ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ فَكَانَ لاَ يَرَى رُؤْيًا إِلاَّ جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ

"Mula-mula yang Rasulullah saw. alami adalah mimpi yang baik ketika tidur, lalu tidak ada yang terlihat dalam mimpinya itu kecuali datang seperti cerahnya pagi." (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Kemudian Rasulullah saw. senang berkhalwat, menyendiri dan menjauhi khalayak ramai, berdzikir mengingat Allah swt, merenungkan ayat-ayat dalam ciptaan-Nya. Maka Beliau jadikan bulan Ramadhan sebelum masa kenabian sebagai waktu khusus untuk beribadah, Beliau tahannuts beberapa malam di gua Hira, sebuah gua di sekitar Makkah di atas bukit yang tinggi. Di sinilah diam panjang berlangsung, hati dibersihkan dari seluruh kesibukan duniawi. Untuk khalwah ruhiyah ini Rasulullah saw. berbekal makanan dan air, berdiam di gua untuk berdzikir dan berfikir. Fikirannya disibukkan oleh alam semesta yang demikian agung, berisi ayat-ayat nyata. Dalam khalwat itulah Nabi Muhammad menemukan kejernihan jiwa, ketenangan batin, dan kebahagiaan ruhnya.

C.   MULAI TURUN WAHYU DAN PENGANGKATAN KENABIAN

Pada malam tujuh belas Ramadhan tahun ketiga belas sebelum hijrah (Februari 610 M), ketika Rasulullah berada di gua Hira, melakukan seperti yang dilakukan setiap tahun, Beliau dikejutkan oleh Jibril as. terjadi dialog antara keduanya:

Jibril as         : Bacalah!
Muhammad    : Saya tidak bisa membaca (saya belum pernah belajar membaca dan menulis).

Kemudian Jibril memeluknya dengan pelukan kuat, kemudian dilepaskan dan berkata lagi

Jibril as         : Bacalah!
Muhammad    : Saya tidak bisa membaca

Kemudian Jibril memeluknya dengan pelukan kuat ke dadanya, lalu melepaskannya dan berkata:

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan menggunakan pena ,(Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (Al-'Alaq: 1-5)

Inilah ayat Al-Qur’an pertama yang turun di hati Nabi Muhammad saw. Turun di bulan Ramadhan pada malam berkah yaitu malam lailatul-qadr pertama yang Allah terangkan kedudukannya:

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.[1] Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (Al-Qadar: 1-5)
 
Al-Qur’an mulai turun pertama kali pada malam lailatul-qadr. Jibril turun pada malam  penuh berkah, malam yang terbebaskan dari seluruh kejahatan dan syetan. Malam yang paling mulia bagi manusia, karena merupakan kejadian istimewa, yang menandai era baru dan mulai terpilihnya Muhammad saw. sebagai Nabi.

D.   DAMPAK KETERKEJUTAN DALAM DIRI NABI MUHAMMAD SAW

Malaikat Jibril as. mengejutkan Nabi Muhammad saw. ketika di gua hira saat beribadah kepada Allah. Jibril membacakan awal surah Al-'Alaq, sebagian ayat dari Kitabullah. Dekapan Jibril as. dengan yang sangat kuat itu untuk meyakinkan Nabi Muhammad saw, bahwa Beliau dalam keadaan terjaga, bukan dalam keadaan  tidur, kedua matanya tidak menipunya, hatinya tidak mendustakannya, dan yang mengajaknya bicara adalah Malaikat yang mulia, bukan syetan terkutuk.

Rasulullah saw. mengalami demam karena kejadian dan peristiwa yang sangat mengagetkan itu. Maka Rasulullah saw pulang ke rumahnya menemui isterinya, Khadijah dengan hati berdebar-debar, dan gemetar badannya karena kejadian yang baru saja dialami. Ia ceritakan peristiwa itu kepada isterinya, dan memintanya untuk menyelimutinya:
دَثِّرُوْنِي .. . زَمِّلُوْنِي!!
"Selimuti aku… selimuti aku."

 

E.   KEBERADAAN KHADIJAH RA DI SISI NABI MUHAMMAD SAW

Isteri shalihah itu segera menyelimuti suaminya yang mulia itu agar dapat beristirahat dengan tenang. Maka ketika Nabi saw. sudah bangun dari tidurnya itu, Beliau sampaikan peristiwa di gua Hira itu kepadanya dan berkata:
لَقَدْ خَشِيْتُ عَلَى نَفْسِي
“Sesungguhnya aku sangat takut pada diriku sendiri”

Ia takut jika peristiwa ini adalah permainan syetan, atau keburukan yang akan dialaminya nanti. Akan tetapi jauh sekali kemungkinan bagi Allah Yang Maha Pemurah menghinakan seorang yang mulia akhlaqnya, harum jejaknya. Karena keindahan akhlaq dan sikap yang disaksikan oleh Khadijah ra, maka ia mengatakan dengan jujur penuh rasa dan logika, kekaguman akan pribadinya yang mulia:

كَلاَّ وَاللهِ لاَ يُخْزِيْكَ الله أَبَداً إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَصْدُقُ الْحَدِيْثَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُوْمَ وَتُقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ "

"Tidaklah demikian! Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkaulah orang yang menyambung silaturrahim, benar dalam bertutur kata, mampu memikul beban berat, membantu orang yang tidak berada, memuliakan tamu dan membantu pencari kebenaran."[2]


F.    DI DEPAN WARAQAH BIN NAUFAL

Kalimat Khadijah ra. memberikan ketenangan, kedamaian dan harapan  ke dalam hati Rasulullah saw. Agar suaminya yang agung itu semakin tenang, Khadijah ra. membawanya ke rumah Waraqah bin Naufal, anak pamannya, seorang Nasrani di masa jahiliyah yang memiliki ilmu tentang agama-agama terdahulu. Ia meminta kepada Waraqah agar menyampaikan sesuatu kepada Muhammad saw.

Maka ketika Nabi Muhammad  menceritakan apa yang dialaminya di gua Hira, Waraqah berkata: “Itulah malaikat yang pernah datang kepada Musa, maksudnya adalah jibril as yang Allah tugaskan untuk menyampaikan risalah dan kitab-Nya kepada para nabi dan rasul. ”Waraqah berkhayal seandainya ia masih muda ia ingin membela Nabi yang mulia ini, dan melindunginya ketika kaumnya memusuhi dan mengusirnya dari negerinya.

Nabi Muhammad saw heran dengan penjelasan Waraqah ini dan bertanya: “Apakah mereka akan mengusirku?”  Maka Waraqah menegaskan: “Bahwa ini adalah keadaan para Rasul yang datang seperti yang ada pada Nabi Muhammad. Sesungguhnya musuh para Rasul itu adalah al-mutrafin (orang-orang kaya) para pelaku kejahatan. Mereka tidak akan membiarkan para Rasul menyerukan agama Allah dengan aman dan damai.”

Dengan pertemuan ini maka sempurnalah sikap Khadijah yang mulia itu. Rasulullah merasa tenang dan optimis dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya. Karunia besar dan pilihan langsung dari-Nya. Satu kabar gembira tentang kenabian.


2.   JEDA WAKTU TIDAK TURUN WAHYU, LALU KEMBALI TURUN

Setelah itu tidak lagi turun wahyu, Jibril tidak pula datang menemui. Beberapa waktu lamanya Nabi Muhammad saw tidak pergi ke gua Hira, karena Beliau beribadah bukan untuk menjadi Nabi atau menunggu kedatangannya. Tidak juga untuk mempersiapkan dirinya menerima risalah. Tidak pernah terbayangkan dalam dirinya bahwa Beliau akan menjadi Nabi.

Kemudian beliau berkhalwat untuk berzikir dan bertafakur tentang ciptaan Allah. Beliau habiskan beberapa malam, di gua hira dengan mempersiapkan sekantung kurma dan air sebagaimana biasanya.

Ketika berjalan menuju Makkah Beliau mendengar suara memanggil: “Ya Muhammad!” Beliau menoleh di sekelilingnya, kiri dan kanan, tidak melihat seorangpun. Menoleh ke belakang tidak ada juga seorangpun. Lalu ia meneruskan perjalanannya. Suara itu terdengar kembali: “Ya Muhammad!” Beliau arahkan pandangannya ke langit, dan melihat wajah yang pernah dilihatnya pertama kali di gua Hira, turun dari langit, dalam bentuk asli malaikat, yang kedua sayap besarnya menutup cakrawala, kemudian mendekatinya, sehingga sejauh dua busur dari Nabi atau lebih dekat lagi, dan menyerukan: “Ya Muhammad, saya Jibril, dan sesungguhnya engkau adalah Rasulullah (utusan Allah)”.

Kemudian menyampaikan firman Allah kepadanya:

"Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu, gungkanlah! Dan pakaianmu, bersihkanlah, dan perbuatan, dosa tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah." (Al-Muddatstsir: 1-7)


TUGAS BERTABLIGH

Dengan beberapa ayat dari surah Al-Muddatstsir ini jelaslah makna firman Allah kepada Rasul-Nya: Wahai orang yang masih tertidur, yang tertutup selimut! Bangunlah, peringatkanlah penduduk Makkah, peingatkalah mereka akan Adzab Allah, jika mereka tidak berserah diri (Islam). Dan kamu wajib mengagungkan Pelindungmu, Penguasamu, dan Yang memperbaiki urusanmu. Bertakbir mengagungkan-Nya, sehingga engkau selalu mengakui kebesaran dan keagungan-Nya. Dia Maha Besar dari para sekutu. Hendaklah kamu bersihkan pakaianmu, menjaganya dari najis. Demikian juga membersihkan jiwa dari dosa. Tinggalkanlah berhala dan patung, jangan menyembahnya, karena ia adalah penyebab adzab. Jika kamu melakukan tugas dawah dan peran kenabian maka jangan sekali-kali merasa berat dan menganggap dirimu melakukan banyak hal bagi Tuhanmu. Jika kamu melakukan amal kebaikan, atau menolong seseorang maka carilah ridha Allah saja. Sadarilah bahwa engkau telah membawa urusan yang besar. Engkau akan diperangi oleh bangsa Arab dan yang bukan Arab karenanya. Maka bersabarlah karena Allah.

Demikianlah Nabi Muhammad saw. berkewajiban memperingatkan dan menyampaikan. Disamping peran kenabian beliau juga mendapatkan peran kerasulan dari Allah bagi manusia.

Setelah itu wahyu turun dari waktu ke waktu tanpa ada jeda dan putus di waktu yang lama. Dan Rasulullah saw. mulai berda’wah.


PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL

1.    Merenungkan ayat dan ciptaan Allah adalah sarana penting yang mengantarkan manusia mengenal Allah swt. dan mengesakan-Nya
2.    Setiap muslim berkewajiban menyediakan waktu harian atau pekanan untuk berkhalwat dengan Rabbnya, mengevaluasi dirinya, merasa dalam pengawasan Rabbnya, memikirkan ciptaan dan ayat-Nya, melepaskan diri dari material dunia dan kesenangannya. Sebagaimana ibadah yang jauh dari mata kebanyakan orang adalah sarana penting untuk ikhlas, dan membersihkan diri dari noda, mengembalikan kebersihan dan kesuciannya.
3.    Banyak memikirkan ayat dan nikmat Allah akan melahirkan rasa cinta dan mengagungkan Allah, memperkecil material dunia di matanya, khususnya jika zikir itu disertai dengan membaca kitab-Nya.
4.    Menjauhkan diri dari tempat yang tidak baik adalah salah satu bentuk dan salah satu level pengingkaran. Sehingga Rasulullah saw. meninggalkan segala macam bentuk kesesatan yang ada di tengah-tengah kaumnya, dan berkhalwat dengan Rabbnya jauh dari kaumnya.
5.    Para kader da’wah harus bisa melakukan rihlah darat, laut atau kebun, untuk menjauhkan diri sesaat dari material duniawi, menemukan hakekat hidupnya dan merenungkan ayat-ayat Allah dan karunia nikmat di sana.
6.    Khalwah Rasulullah saw tidak boleh difahami sebagai uzlah (penyendirian) dari kehidupan dunia, umat manusia seperti anggapan sebagian orang, atau yang dilakukan sebagian orang yang menamakan dirinya tasawwuf. Rasulullah adalah orang yang berada bersama dengan kaumnya dalam semua kegiatan positif dan berguna. Jika tidak karena itu kaumnya tidak akan menyetujuinya dalam peletakan hajar aswad, akan tetapi khalwat Nabi adalah salah satu bentuk pembaharuan hidup dan perenungan makhluk Allah, evaluasi diri dan berkhalwat dengan Rabbnya.
7.    Kenabian tidak bisa diperoleh dengan usaha, seperti yang difahami sebagian orang, jika ia melakukan sesuatu ia akan sampai pada apa yang telah dicapai oleh Rasulullah saw. Akan tetapi kenabian dan kerasulan adalah pilihan langsung dari Allah. Firman Allah:
"Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia; Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Melihat." (Al-Hajj: 75)

8.    Baca tulis berperan besar dalam agama ini, sehingga wahyu pertama yang turun berkaitan dengan hal ini.
9.    Bentuk dan cara yang ditampilkan Malaikat Jibril  kepada Rasulullah saw menutup jalan bagi para pembual yang mengatakan: Bahwa sesungguhnya wahyu adalah jenis kebersihan jiwa. Lalu apa artinya malaikat itu datang dengan bentuk seperti ini, dan kenapa ia mendekap Rasulullah saw tiga kali, padahal sangat mungkin kedatangan pertama itu dalam bentuk yang paling mudah, atau pada waktu tidur misalnya?
10. Firasat seorang wanita shalihah, ungkapan Khadijah ra kepada Rasulullah saw ketika merasa ketakutan atas dirinya: “Tidaklah demikian, Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu kapanpun saja”. Lalu menyebutkan sifat-sifat dan prilaku mulianya. Dan orang yang memiliki sifat serta prilaku seperti ini maka Allah pasti akan bersamanya, menolong, membantu dan melindunginya, tidak akan menghinakannya. Demikianlah seharusnya setiap wanita shalihah bersikap bersama dengan suaminya. Menguatkan semangatnya, menopangnya menegakkan tugas dakwah, tidak pernah menjadi hambatan penegakan risalah
11. Urgensi bertanya kepada orang yang ahli, merujuk kepadanya. Khadijah dengan segera membawa Rasulullah saw ke Waraqah bin Naufal, orang yang dianggap mengetahui agama-agama terdahulu, sehingga masalahnya menjadi jelas. Dan ia memberikan kabar gembira bahwa dia adalah nabi bagi umat ini, dan yang mendatanginya di gua Hira adalah malaikat yang datang dari Allah , bukan jin.
12. Sesungguhnya sunnatullah dalam da;wah ini adalah satu, seperti yang disampaikan oleh Waraqah kepada Rasulullah saw, bahwa kaumnya akan memusuhinya, menyakitinya, dan bahkan mengusir dari negerinya. Dan inilah kondisi para Rasul.
13. Risalah dan tabligh (menyampaikan) adalah beban berat, sehingga harus dipikul oleh orang kuat. Dari itulah Allah swt mempersiapkan Rasul-Nya dengan qiyamullail, seperti yang ada dalam surah Al Muzzammil:

"Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari [3], kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan.     Lalu menerangkan alasan hal ini." (Al-Muzammil: 1-4)

"Sesungguhnya kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat." (Al-Muzammil: 5).

14. Maka para kader harus memperhatikan bekal  ruhiyah, dengan qiyamullail, zikrullah, tilawah Al-Qur’an, dll. Inilah bekal terbaik untuk memikul amanah, melaksanakan tugas da’wah, bukan dengan istirahat, santai dan tidur.



[1] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu permulaan turunnya Al-Qur'an.         
[2]  Diakatakan hal itu karena ia merupakan akhlak mulia bagi masyarakat Arab.
[3]  Sembahyang malam Ini mula-mula wajib, sebelum turun ayat ke 20 dalam surat ini. setelah Turunnya ayat ke 20 Ini hukumnya menjadi sunat.

comments | | Read More...

ISLAM MENURUT AL-QURAN

A. Pendahuluan
Banyak di antara umat Islam yang memeluk agama Islam hanya karena mereka dilahirkan dalam keluarga muslim. Dan banyak juga mereka yang mengaku beragama Islam tetapi tidak menjalankan agamanya sebagaimana yang diperintahkan Allah. Dalam makalah ini kami tunjukkan beberapa ayat yang menjelaskan pentingnya mengetahui agama mana yang akan diterima Allah dan keharusan menjalankan Islam secara benar sesuai perintahNya.

B. Pembahasan
1. Pengertian
a. Menurut Bahasa Islam berasal dari kata Salima. Dari kata ini dapat diartikan menjadi beberapa arti antara lain ;
·         Islaamul Wajhi, menundukkan wajah (4:125).
·         Al Istislam, berserah diri (3:83).
·         As salaamah, keselamatan, kebersihan, kesehatan (26:89).
·         As salaam, selamat, sejahtera (6:54).
·         Assalm atau As silm, perdamaian, kedamaian (47:35).
Jadi kata Al Islam artinya jika kita tunduk dan berserah diri kepada allah Swt, maka kita selamat dan merasakan kedamaian hidup.[1]
b. Menurut Terminologi, Agama Islam adalah sebuah keyakinan yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, yang bertujuan menyerahkan diri, taat dan patuh hanya kepada Allah Swt [2]

2. Ayat-ayat yang menerangkan Islam dalam Al qur’an
1. Islam Satu-satunya agama yang diterima Allah Swt.
a. Surat Ali Imran 19.
إن الدين عند الله الإسلام وما اختلف الذين أوتوا الكتاب إلا من بعد ما جاءهم العلم بغيا بينهم ومن يكفر بآيات الله فإن الله سريع الحساب
Artinya :”Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”.(Q.S Ali Imran 19)
Penjelasan :
Syari’at yang diterima oleh Allah hanyalah Islam. Dan tidak ada agama yang diridhoiNya kecuali Agama Islam. Sebagaimana Q.S. Ali Imran 85 yang berbunyi:
ومن يبتغ غير الإسلام دينا فلن يقبل منه وهو في الآخرة من الخاسرين
Artinya :”Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.(QS. Ali-Imran 85)

Apa-apa yang diperselisihkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani tentang Islam dan kenabian Muhammad Saw. Adalah setelah mereka mengetahui ayat-ayat yang jelas dan bukti-bukti yang nyata tentang kenabian Nabi Muhammad Saw. Bukan karena ketidaktahuan atau kesamaran mereka tentang agama Islam. tetapi karena kesombongan, kedengkian, dan ketakutan mereka kehilangan kedudukannya sebagai pemimpin[3].

Kata Islam berarti menyerah, taat dan patuh. Jadi agama yang diterima Allah bukan hanya sekedar teori , atau sekedar pembenaran dalam hati saja. Tapi yang paling penting adalah melaksanakan teori itu dan merealisasikan pembenaran hati tersebut dalam tindakan nyata. Seperti menjadikan sistem Allah sebagai standar untuk menyelesaikan berbagai persoalan hamba, mematuhi ketentuan semua sistem itu, serta mengikuti semua arahan dari RasulNya.

b. Surat Ali Imran 83.
أفغير دين الله يبغون وله أسلم من في السماوات والأرض طوعا وكرها وإليه يرجعون
Artinya : “Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan”.(Q.S Ali Imran 83)
Penjelasan :
Secara lahiriyah dapat dipahami bahwa Islamnya Alam Semesta ini berarti kepatuhannya kepada perintah, sistem, dan ketentuan sang Pencipta. Hal ini bertujuan agar tidak menyusup kedalam otak manusia bahwa Islam itu sebatas kata yang diucapkan dengan lisan, atau hanya sekedar pembenaran dalam hati, kemudian tidak diikuti dengan tindakan nyata yang mencerminkan penyerahan diri kepada Allah dengan merealisasikan dalam kehidupan nyata.

Islam bukan hanya sekedar ritual-ritual ibadat, syiar-syiar kegamaan tanpa dioiringi dengan tindakan nyata, yaitu dengan menerapkan perintah Allah dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu tidak ada berarti jika tidak berpengaruhnya terhadap kehidupan social, sehingga masyarakat hidup damai, aman dan bersih.[4]

2. Islam agama para Nabi-nabi terdahulu.
a. Q.S Ali Imran 67.
ما كان إبراهيم يهوديا ولا نصرانيا ولكن كان حنيفا مسلما وما كان من المشركين
Artinya : “Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (Q.S. Ali Imran 67).
Penjelasan :
Pada ayat sebelumnya ditegaskan bahwa Nabi Ibrahim bukanlah penganut Yahudi atau Nasrani, Taurat dan Injil diturunkan setelah beliau. Selain ditegaskan pula bahwa Nabi Ibrahim tidak cenderung kepada agama apaun selain Islam. Beliau adala seorang Muslim dalam arti Komprehensif. Seperti yang diuraikan dalam ayat diatas :
وما كان من المشركين
Artinya :”dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (Q.S. Ali Imran 67).
Hakikat ini terkandung dalam firman sebelumnya :
ولكن كان حنيفا مسلما
Artinya :”akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah).”

Pengungkapan ini menunjukkan beberapa hal, antara lain :
a. Orang-orang Yahudi dan Nasrani menganut keyakinan yang menyimpang adalah Musyrik, karena itu tidaklah mungkin Nabi Ibrahim menganut agama yahudi atau nasrani. Tapi beliau adalah orang yang lurus dan berserah diri kepada Allah (Islam).
b. Islam adalah agama Tauhid mutlaq, sementara Yahudi dan Nasrani agama yang penuh kemusyrikan.
c. Menolak klaim orang-orang musyrik dari golongan Quraisy yang mengatakan bahwa mereka pengikut Nabi Ibrahim dan menjaga peninggalannya yaitu ka’bah, padahal mereka adalah orang-orang musyrik.

Begitulah, keadaan Ahli Kitab yang aneh. Mereka mengaku mengikuti agama Allah. Namun, ketika “mereka diajak kepada kitab Allah supaya kitab itu itu menentukan hukum diantara mereka, kemudian sebagian mereka berpaling”( QS. 3:23) . Hal ini jelas bertentangan dengan pengakuan bahwa mereka mengikuti agama Allah. Allah tidak akan menerima agama selain Islam dan Islam tidak akan terwujud tanpa berserah diri kepadaNya, patuh pada RasulNya, mengikuti sistemNya serta menjadikan KitabNya sebagai pegangan untuk menata semua urusan kehidupan manusia.[5] Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Hajj 17
إن الذين آمنوا والذين هادوا والصابئين والنصارى والمجوس والذين أشركوا إن الله يفصل بينهم يوم القيامة إن الله على كل شيء شهيد
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu”. (Q.S Al Hajj 17)

Menurut Al-Maraghi dalam Tafsirnya, bahwa memberi keputusan secara adil, memberi balasan sesuai dengan amalnya. Allah akan memasukkan orang-orang yang beriman ke Syurga dan sebaliknya memasukkan bagi mereka yang mengingkariNya. Dan Allah mengetahui apa yang diucapkan mereka yang tidak sesuai dengan perbuatannya.[6]

b. Q.S. Asy-Syuura 13.
شرع لكم من الدين ما وصى به نوحا والذي أوحينا إليك وما وصينا به إبراهيم وموسى وعيسى أن أقيموا الدين ولا تتفرقوا فيه كبر على المشركين ما تدعوهم إليه الله يجتبي إليه من يشاء ويهدي إليه من ينيب
Artinya : “Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”. (Q.S Asy Syuraa 13).
Penjelasan :
Allah telah mensyari’atkan kepada nabi Muhammad Saw sebagaimana yang telah disyari’atkan kepada para nabi Ulul ‘azmi yaitu : Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa ‘Alaihim As-salam. dan mengkhususkan nabi Musa as. Kepada umat Yahudi, nabi Isa as. Kepada umat Nashrani. Akan tetapi mereka mendapat perintah yang sama yaitu menegakkan Dinul Islam atau agama Islam atau agama Tauhid. Dan dasar-dasar Syari’at dan Hukum semua sama seperti Iman kepada Allah, Hari Kiamat, malaikat, berbuat sesuai Akhlaqul Karimah dan lain-lain.

Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada umat Muhammad untuk menegakkan agama para Nabi yaitu agama Tauhid dengan benar dan ikhlas dan menjaganya jangan sampai menjadi orang yang meninggalkan dan menyimpang dari agama ini. Dan dilarang berpecah belah artinya melaksanakan sebagian isi agama Islam dan meninggalkan sebagiannya. Larangan ini adalah dalam hal dasar-dasar syari’at seperti keimanan kepada Allah, bukan masalah furu’iyahnya.[7] Sebagaimana firmanNya :
…..لكل جعلنا منكم شرعة ومنهاجا ….
Artinya :”Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (Q.S. Al-Maidah 48)

Ajaran tauhid ini akan sangat berat dan sulit diterima oleh kaum Kafir karena kebiasaan mereka menyembah berhala dan bermacam-macam Tuhan. Dan ketakutan mereka meninggalkan adat istiadat yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka. Sebagaimana FirmanNya :
بل قالوا إنا وجدنا آباءنا على أمة وإنا على آثارهم مهتدون
Artinya :”Bahkan mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.” (Q.S. Az-Zuhruf 22).
Setelah Allah memberi petunjuk kepada umat Islam untuk selalu berpegang teguh agama Islam atau agama Tauhid yaitu agama para Nabi terdahulu, Allah memilih orang yang dikehendakiNya dengan menuntunnya untuk beramal dan mengikuti ajaran-ajaran para NabiNya. Artinya barang siapa ingin mendapatkan petunjuk dan bimbingan Allah maka, ia harus mengikuti apa yang telah para Nabi ajarkan kepada umatnya. [8]

C. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan :
1.      Islam adalah satu-satunya agama, syar’iat dan aturan yang diterima Allah.
2.      Agama Islam dalam arti agama Tauhid merupakan agama yang di bawa oleh para Nabi terdahulu.
3.      Dalam menjalankan agama Islam jangan karena factor keturunan atau mengikuti ajaran nenek moyang atau melakukan pencampuran dengan ajaran-ajaran yang tidak ada contoh dari Nabi Muhammad Saw.

D. Penutup
Demikianlah makalah ini kami buat, tentunya masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini.
Pada akhirnya, apabila ada kesalahan dan kekurangan dari kami, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan hanya Allah yang maha tahu segalanya.

Daftar Pustaka
1. Agenda Tarbiyah syarah Rasmul Bayan.
2. Qutb, Sayyid, Tafsir Fi Dzlalil Qur’an dibawah Naungan Qur’an,Jakarta, Rabbani Press, 2001,
3. ‘Aliy Ash-Shabuni, Muhammad, Tafsir Ash-Shabuni, Beirut, Daar Al-Fikr.
4. Musthafa Al-Maraghi, Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, Beirut, Dar Al-Fikr.
5. Abu Dhahir Bin Ya’qub Al-Fairuz Abadiy, Tanwir Al Miqbas Min Tafsir Ibnu Abbas, Beirut, Daar Al-Fikr

[1] Agenda Tarbiyah syarah Rasmul Bayan, hal 70.
[2] Qutb, Sayyid, Tafsir Fi Dzlalil Qur’an dibawah Naungan Qur’an, Jakarta, Rabbani Press, 2001,
hal 207
[3] ‘Aliy Ash-Shabuni, Muhammad, Tafsir Ash-Shabuni, Beirut, Daa⁲ Al-Fikr.
[4] Qutb, Sayyid, Tafsir Fi Dzlalil Qur’an dibawah Naungan Qur’an, Jakarta, Rabbani Press, 2001,
hal 308-309
[5] Qutb, Sayyid, Tafsir Fi Dzlalil Qur’an dibawah Naungan Qur’an, Jakarta, Rabbani Press, 2001,
hal 286
[6] Musthafa Al-Maraghi, Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, Beirut, Dar Al-Fikr, Jilid 6 Hal 99.
[7] Musthafa Al-Maraghi, Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, Beirut, Dar Al-Fikr, Jilid 9 Hal 24.
[8] Musthafa Al-Maraghi, Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, Beirut, Dar Al-Fikr, Jilid 9 Hal 26.


comments | | Read More...

Blogger news

About

datarislamiyah.blogspot.co.id adalah media dakwah dan tarbiyah Islam Indonesia.

Blogroll

 
Design Template by Jaruki A. Maulana | Supported by Editor | Powered by Blogger